![]() |
Source : pixabay.com |
Kalau nikah nunggu mapan, mau sampai kapan?
Banyak lelaki yang takut menikah karena menunggu mapan, walaupun tidak salah juga mereka berpikiran seperti itu.
Coba bayangkan, disaat masih mempunyai tanggungan kreditan sepeda motor, atau masih belum bekerja lantaran belum lulus kuliah, si dia malah minta menikah secepatnya. Binggung dong mau dibawa kemana hubungan ini?
Pasti kita akan mikir bahwa pernikahan itu juga butuh biaya. Pernikahan itu juga perihal menafkahi pasangannya bagi yang suami. Jadi perlu juga seorang laki-laki mikir punya penghasilan untuk bisa mencukupi kebutuhan setelah menikah nantinya.
Jadi untuk masalah finansial itu sangat penting banget untuk kelancaran hidup berumah tangga. Seperti yang pernah aku bahas di “hal-hal yang perlu dbicarakan antara calon suami dan istri sebelum menikah”.
Tapi sebenarnya, apa sih arti kemapanan itu?
Saat terucap kata mapan, pasti di antara kita akan berpikir tentang seorang yang kaya raya dan sudah mempunyai segalanya. Padahal tidak demikian.
Dalam KBBI, mapan memiliki arti mantap (tidak goyah, stabil) kedudukannya ataupun kehidupannya. Dalam bahasa jawa, mapan di sini bisa diartikan tercukupi sandang, pangan dan papan. Yang berarti orang yang sudah bisa mencukupi kebutuhan berupa makan, pakaian dan rumah bisa disebut mapan.
Terus bagaimana batasan untuk mapan sendiri? Apa harus punya rumah, mobil, deposito ratusan juta dulu? baru bisa dikatakan mapan.
Tidak juga kan. Itu terlalu berlebihan.
Di Indonesia, kemapanan seseorang terkadang menjadi salah satu syarat untuk menikah. Kebanyakan wanita di Indonesia lebih memilih laki-laki yang memiliki karir dan penghasilan yang mapan.
Nah di situ ironisnya. Bagaimana bagi single yang belum mapan lantaran masih kuliah atau pekerjaannya masih dalam kontrak tahunan yang bisa berhenti kapan saja.
Oke, untuk ukuran mahasiswa, aku bisa menyebutnya belum mapan, karena belum punya penghasilan sendiri. Tapi ada juga yang masih berstatus mahasiswa tapi sudah punya penghasilan sendiri.
Tapi bagi seorang laki-laki berwirausaha, maupun yang bekerja di suatu perusahaan, selama dia bisa mencukupi kebutuhannya sendiri dari hasil dia melakukan sebuah pekerjaan atau jasa. Setidaknya aku bisa menyebutnya dengan mapan dalam ekonomi, walaupun pekerjaannya masih terikat kontrak tahunan.
Tidak harus seorang laki-laki mempunyai deposito ratusan juta dulu biar disebut mapan. Masalah materi itu relatif dan tak pernah ada kata cukup dan menjamin hidupnya bakal bahagia.
Lagian, selama laki-laki tangguh berusaha, biarpun pekerjaannya terhenti oleh keterikatan kontrak suatu perusahaan, pasti ada jalan lain untuk mencari rezeki. Toh, kita tidak harus bergantung pada hal itu saja bukan?
Dan percayalah bahwa ketika pintu rezeki satu tertutup, maka akan ada ribuan pintu rezeki yang lain akan dibuka. Sama seperti cinta, ketika pintu hati seorang wanita tertutup, maka akan banyak wanita-wanita lain yang akan membukakan pintunya kepada kita. jadi bersemangatlah. #bakarbakar
![]() |
Source : unsplash.com |
Siapa yang bisa menjamin harta berlimpah tidak ludes dalam sekejap? Bukankah mudah bagi Allah menurunkan sakit hingga habislah semuanya
Dulu sebelum menikah, aku sempat menabung untuk persiapan menikah, yah setidaknya buat resepsi dan dekorasi pernikahan juga. Aku juga nyicil satu persatu “penyingset” buat istri selama masa tunangan.
Nah pas 2 bulan sebelum menikah, ada sebuah kejadian yang mengharuskan aku memakai tabungan buat pernikahanku itu. Istri kakakku harus dioperasi saat mau melahirkan, dan sayangnya anaknya dalam keadaan meninggal saat keluar dari rahim ibunya.
Begitupun sebulan setelah operasi itu, istrinya kakak kembali opname lagi. Dan kebetulan kakakku lagi kesulitan finasial. Kembali dipakai lagi uang tabunganku untuk meringankan beban kakakku itu. Tersisa hanya 2.5 juta saja untuk resepsi pernikahan.
Dan Alhamdulillah. Pernikahanku juga berjalan dengan lancar, walau hasil dari cari hutangan.
Namun, mudah pula bagi Allah untuk mencukupkan suami yang rutin berpenghasilan meski penghasilannya pas-pasan karena keberkahan
Aku punya cerita tentang seorang teman, dia masih kuliah S2 saat sebelum menikah. Tapi meskipun dia masih kuliah, dia sedikit banyak mempunyai penghasilan dari bekerja sampingan. Entah dia menjadi asisten dosen maupun dari kerjaan sampingan dia jadi guru privat di sekitar dia tinggal (nge-kost).
Dia memutuskan melamar seorang wanita pujaan yang dia sukai sejak SMP. Dia dua kali ditolak lamarannya, mungkin alasan kemapanan ataupun karena dia juga masih kuliah. Dan untuk ketiga kalinya, akhirnya wanita ini menerimanya. Pada saat itu temanku ini masih belum selesai S2 nya di Universitas Bandung (aku nggak tau Universitasnya apa, dan aku nggak se-Kepo itu soalnya, wkwkwk).
Dan Alhamdulillah, sekarang dia sudah mempunyai anak dan melanjutkan lagi studinya ke negeri Sakura dan Naruto berada. Sampai sekarang, aku masih beberapa kali melihat anaknya dan istrinya update status di facebook dengan backgroud pohon sakura. Dan itu yang membuatku iri, soalnya aku juga ingin bertemu Hinata juga di sana, Hahahaha.
So, Menikah memang perlu biaya tapi kemapanan bukanlah kunci kesiapan dalam pernikahan.
Cukuplah keyakinan bahwa Allah sebagai pemberi rejeki yang akan mencukupkan jalan rejeki bagimu dan juga pasanganmu kelak. Dan engkau sendiri sudah berikhtiar maksimal untuk membuka jalan-jalan rejeki itu.
![]() |
Source : pixabay.com |
Man Jadda wa jadda : Barang siapa yang bersungguh-sungguh, maka dia akan mendapatkan hasilnya
Ada sebuah cerita tentang teman baikku, dia mencintai seorang wanita dan baru jadian 2 minggu lamanya.
Karena kedekatan itu, orang tua si wanita juga mengetahuinya. Dan kebetulan ada 2 orang laki-laki beserta keluarganya yang sedang melamar anak perempuannya itu.
Temanku ini dihadapkan dengan kenyataan pahit bahwa dia sangat mencintainya, sedangkan akan ada 2 orang laki-laki yang siap meminang gadis pujaanya. Sementara itu, dia tidak mempunyai kesiapan untuk meminangnya maupun kesiapan untuk menikah.
Tapi takdir berkata lain. Dengan dorongan saudara-saudaranya, akhirnya dia meminang gadis pujaannya itu. Dan menikah selang 3 bulan dari pinangan itu.
Nah, dari sini aja pasti sangat prihatin dengan segala hal tentang finansial. Tapi disaat niat sudah kuat, banyak jalan untuk berkeliling Roma maupun ke menara Eifel sekalipun.
Dan pernikahannya berjalan lancar. Temanku dan istrinya berjuang membangun keluarganya dari nol. Sekarang dia sudah punya rumah sendiri walau dari tanah kosong hasil warisan orang tuanya.
Dan pekerjaannya juga sudah stabil, begitupun dengan kegiatan istrinya yang pernah aku ceritakan tentang Geng emak-emak yang bernama “Dramatic Life Crew” itu.
So, dari cerita ini, Kapan kamu mau nikah?
Apa masih mau nunggu mapan! sampai kapan? Hahahaha 😂😂😂
*Note: Artikel ini bukan untuk mengompori kalian agar cepat nikah. Tentu banyak hal lain yang mungkin menjadi dasar bagi kalian untuk tidak menikah di tahun-tahun ini. Misalnya masih mengumpulkan dana (perencanana itu perlu), memantaskan diri, belum ketemu jodohnya, masih belum move-on dan sebagainya.
Intinya, itu sebagian gambaran bahwa nikah tidak harus nunggu mapan, karena akan lebih menyenangkan kalau bisa berjuang berdua menuju sebuah kemapanan.
#Menuju Bahagia dan Melampauinya