
Jangan biarkan anak bermain tanpa pengawasan, karena itu bisa terjadi hal yang tidak diinginkan. Seperti anak kakakku yang sangat hiperaktif sekali. Kesukaannya kalau tidak lari-lari, yah manjat sesuatu.
Saat itu aku selesai mandi dan melihat keponakanku ini manjat dan bermain dengan colokan kabel televisi. Dengan sesegera mungkin aku berlari dan mengambil keponakanku ini. Saat itu tidak ada orang yang mengawasinya, neneknya (ibu aku) sedang berada di dapur membuatkan susu fomula untuknya, sementara istriku juga sedang menyisir anakku yang paling kecil di kamar. Untung tidak terjadi hal yang tidak di inginkan.
Aku sendiri sering membiarkan anak-anakku bermain sesuka hatinya. Entah itu bersepeda, lari-larian, main air, hujan-hujanan, main tanah dan lain sebagainya. Membiarkan ini konteksnya aku masih mengawasinya dari jauh atau mengikutinya ketika dia berlari dan bersepeda. Karena menurutku, membiarkan anak bermain di dalam rumah maupun di luar rumah itu dapat meningkatkan kemampuan motorik sang anak juga.
Namun berbeda dengan anak kakakku ini yang super hyperaktif. Perlu pengawasan lebih khusus untuk menjaga dan mengawasinya. Aku jadi teringat ngerinya adegan di film “Pihu” yang pernah aku tonton beberapa bulan yang lalu.
Pihu : Ketika Anak Umur 2 Tahun Bertahan Hidup di Dalam Rumah Sendirian Tanpa Pengawasan

Pihu the movie menceritakan tentang seorang anak kecil berusia 2 tahunan yang hidup seorang diri di dalam rumah setelah ibunya diketahui meninggal dunia di dalam kamar.
Pihu tidak menyadari Ibunya meninggal dunia, dia menganggap ibunya sedang tidur nyenyak. Pihu mengajak ngobrol ibunya, menangis bahkan tidur di atas jenazah ibunya dan berharap ibunya cepat bangun untuk menemaninya.
Selama 3 hari, pihu bermain sendirian di rumahnya sendiri tanpa ada pengawasan dari orang tuanya. Kebayang bagaimana anak umur 2 tahun bisa hidup sendirian di rumah. Aku melihat ngerinya adegan demi adegan saat Pihu bermain dengan barang elektronik di rumahnya.
Dari setrika yang masih menyala, bermain di dalam kulkas, memasak roti di atas kompor, bahkan saat memanjat balkon loteng. Hal mengerikan itu bikin aku gigit jari saat melihatnya. Ada rasa sedih, tegang dan tidak tega saat melihat anak sekecil itu bisa survive selama tiga hari hidup sendirian di dalam rumah.
Dibalik Kisah Menegangkan Pihu

Sepintas film ini terlihat mengajarkan bahwa orangtua sebaiknya bertanggung jawab dan tidak egois sehingga meninggalkan anaknya tanpa pengawasan. Namun dibalik kejadian semua itu, ada pesan tersembunyi kalau dilihat dari kondisi psikologis ibunya Pihu yang bernama Puja.
Sebuah pesan singkat di sebuah cermin yang ditulis oleh Puja untuk suaminya, menandakan terjadi sebuah pertengkaran dalam keluarga tersebut.
Gaurav aku bertengkar dengan keluargaku demi menikahimu, namun apa yang kudapat. Katamu kau akan pulang saat kumati.....aku pamit, tadinya aku ingin mengajak Pihu, namun aku tak kuasa.. good Bye
Gaurav mungkin typikal pria yang mudah tersulut amarah, terlihat bagaimana adegan saat dia pertama kali telepon dan memarahi Puja. Katanya, dia terlambat pergi ke bandara karena istrinya yang bermalas-malasan dan tidak menyiapkan pakaian yang akan dibawa untuk bepergian. Beberapa kali juga suaminya melontarkan kata kasar seperti “hidup atau mati, aku tidak peduli”.
Rasa tertekan dan depresi yang dialami Puja, pada akhirnya membuat dia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Meskipun di pertengahan sang suami meminta maaf akan tindakannya, namun semua itu sudah terlambat, karena waktu tidak bisa diputar kembali.
Salahkah Puja bunuh diri? Egois kah Puja karena meninggalkan anaknya sendiri?
Mungkin sedikit banyak di antara kita menganggap Puja sebagai ibunya Pihu sebagai wanita yang lemah. Dia terlalu cepat memutuskan untuk bunuh diri tanpa memperdulikan keselamatan anaknya. Hanya karena bertengkar dengan suami saja sudah memutuskan untuk bunuh diri.
Namun bagiku, semua itu bukan siapa yang salah dan siapa yang benar. Bukan bagaimana dia bisa berpegang teguh dengan keimanan atau menyerah dengan keadaan. Karena menghadapi depresi yang akut, tidak semua orang bisa setegar itu dan menganggap semua ini akan baik-baik saja.
Jangan Tinggalkan Istri Sesudah Bertengkar Hebat Dengannya
![]() |
Source : unsplash.com |
Seperti yang kita tahu sendiri, wanita dua kali lipat lebih mudah depresi dari pada laki-laki. Terlebih bagi wanita yang sudah menikah dengan segala kesibukan sebagai istri, ibu dan menantu secara bersamaan.
Pernah sekali waktu istriku sangat depresi dengan segala kebosanan yang dia rasakan di rumah. Dia lebih cepat marah dan bingung kenapa dia jadi sering marah-marah. Tidur tidak bisa nyeyak dan dia pernah mengatakan bahwa pikirannya tidak tenang, selalu mikir kemana-mana.
Sedikit kesalahan yang aku buat, dia jadikan bak sebuah drama yang sangat besar. Tentu hal ini dipicu oleh depresi yang sebelumnya mengendap lama pada dirinya.
Karena keegoisan, aku mendiamkan istri semalaman di kamarnya. Dan tau apa yang terjadi keesokan harinya? Dia diam seribu bahasa sembari mengemasi baju-bajunya untuk pergi dari rumah.
Betapa bingungnya aku waktu itu. Hanya karena masalah yang aku anggap kecil, istriku harus pergi dari rumah. Namun pada akhirnya aku sadar, kesalahan terbesarku adalah bukan tentang kesalahan yang aku perbuat, melainkan perhatianku yang sangatlah kurang kepadanya.
Dalam hubungan keluarga, hal yang wajar jika ada kesalahpahaman dan percekcokan antara suami dan istri. Namun yang harus digarisbawahi bahwa permasalahan yang ada harus segera diselesaikan, bukan malah lari darinya.
Pertengkaran dalam keluarga bukan dikarenakan kedua saling membenci satu sama lain, melainkan pertengkaran bisa dipicu oleh masalah perekonomian, depresi yang dialami istri, maupun depresi yang dialami oleh suami akan tekanan pekerjaannya. Campur tangan orang tua juga bisa memicu terjadinya kesalahpahaman di keluarga.
Mungkin terlihat sepele bagi sebagian orang melihatnya, namun akan disikapi “berbeda” bagi orang yang sedang mengalami depresi.
Orang yang mengalami depresi akan beranggapan bahwa orang yang berada di sekitarnya sudah tidak sayang lagi bahkan sudah menganggap kehadirannya tidak berguna lagi. Seakan-akan dunia ini sudah tidak berpihak padanya.
Beruntung kalau depresi itu hanya menyebabkan dia marah-marah dan menangis semalaman. Bagaimana kalau dia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya.
Maka sebab itu, sayangilah istri dengan selalu hadir dalam sisinya. Jika pertengkaran membuat kalian saling menghindar untuk sementara, usahakan mintalah maaflah secepatnya.
Wanita itu meskipun terlihat tegar di luar, sebenarnya hati wanita begitu rapuh. Ia mampu menahan sakit dan perihnya hamil dan melahirkan, tapi tidak untuk sakit yang disebabkan oleh suami yang paling dia sayanginya.
Tulisan ini ditulis dalam rangka mengingatkan diri sendiri yang sering acuh dan tak peduli terhadap segala hal yang ada di sekitar. Sejak remaja, aku selalu beranggapan bahwa masalah ada untuk menempah diri menjadi lebih kuat.
Aku sering mengacuhkan masalah yang ada dan menganggapnya biasa saja. Tentu tujuanku untuk menumbuhkan mood yang baik dengan segala kondisi yang terjadi. Mungkin karena hal tersebut, aku jadi manusia yang paling cuek dan pria yang tidak peka akan hal yang terjadi di sekitarku, terlebih lagi tentang perasaan istri.
Terima kasih Pihu the movie, berkat film ini aku menyadari bahwa hadiah terbaik yang diinginkan setiap anak adalah keutuhan hidup kedua orang tuanya. Tanpa Ibu, anak tak akan bahagia. Seorang ibu tak bisa diganti dengan ibu yang lainnya.
Dan bagi para suami, cepatlah meminta maaf sesaat setelah kalian bertengkar hebat dengan istrimu. Wanita lebih mudah mengalami depresi, dan obat depresi yang paling mujarab adalah dengan kehadiran orang yang paling disayanginya (suami). Dengarkanlah keluh kesahnya dan sayangilah sepenuh hatimu.
#Menuju Bahagia dan Melampauinya